Global Warming

Saat ini,hampir seluruh penduduk dunia merasakan suhu udara yang semakin panas.Kekeringan terjadi di mana-mana.Musim yang tidak menentu menyebabkan gagal panen,terutama di kalangan petani tradisional. Mencairnya glacier dan bongkahan es telah menyebabkan naiknya permukaan air laut.

Dengan tingkat kenaikan permukaan laut rata-rata hanya 15 cm pada abad ke-20,beberapa pulau di Pasifik seperti Kiribati,Tuvalu,Vanuatu,dan Kepulauan Marshal sudah tenggelam. Menjelang 2100, permukaan air laut bisa mencapai 90 cm dan bisa menenggelamkan Kepulauan Maladewa dan beberapa pulau Indonesia di Samudra Hindia. Jika tidak segera dilakukan langkah penyelamatan, akan semakin banyak species makhluk hidup yang punah. Bisa jadi,”kiamat”akan terjadi lebih cepat karena kerusakan alam yang sangat parah dan berbagai bentuk bencana alam seperti badai,angin topan,dan sejenisnya.

Pada level internasional, gegap-gempita penyelamatan alam semesta sudah dimulai sejak KTT Bumi di Rio de Janeiro, Juni 1992.Tercatat,154 kepala negara menyepakati hasil Konvensi Perubahan Iklim (Convention on Climate Change) yang mulai diberlakukan pada 1994. Langkah terus berlanjut dengan disetujuinya Protokol Kyoto I dan II,di mana negara- negara industri yang merupakan agent terbesar terjadinya pemanasan global (global warming) harus menurunkan secara sistematis emisi CO2 dan gas rumah kaca. Desember 2007, Conference to the Parties to the Convention (COP) ke- 13 yang akan dilangsungkan di Bali. Dalam konferensi tersebut akan dibahas kelanjutan Protokol Kyoto pasca-2012 dan penyusunan road-map penanganan climate change di Denmark 2009. Harus diakui,langkah-langkah tersebut masih bersifat politis.

Beberapa negara industri yang menyetujui Protokol Kyoto I dan II tidak bersungguh-sungguh menerapkan kebijakan pembangunan yang prolingkungan. Sebagai salah satu negara yang terkena dampak langsung global warming, Pemerintah Indonesia telah berperan aktif dalam percaturan politik internasional, tetapi gema mengenai langkah-langkah pemerintah dalam menangani global warming di dalam negeri justru sayup-sayup. Global warming masih menjadi konsumsi dan wacana elite karena kurangnya sosialisasi informasi kepada masyarakat luas.

Mayoritas kajian akademik dan penelitian tentang global warming baru dilakukan dalam dua perspektif: ilmu pengetahuan-teknologi dan kebudayaan. Sedikit sekali kajian serius yang melihat masalah global warming dari perspektif keagamaan (Islam).Global warming juga belum banyak disinggung dalam ceramah- ceramah agama. Kalaupun ada, pembahasan dan sikap terhadap global warming bersifat retorika normatif, menghakimi, dan tidak jarang yang bernada fatalistik. Global warming dipahami sebagai ”takdir”Tuhan yang tidak bisa dihindari atau diubah oleh manusia. Sebagaimana bencana alam yang terjadi bertubi-tubi, global warming merupakan ujian, hukuman, dan kutukan Tuhan atas dosa-dosa manusia. Solusi yang ditawarkan juga bersifat spiritualistis melalui dzikir verbal dan pertobatan seremonial.

Blogger Templates by Blog Forum